Pemprov: Penangkapan Pemberi Sedekah Jadi Shock Therapy
Penerapan Perda No 8/2007 Tentang Ketertiban Umum telah membuat 12 warga DKI ditangkap akibat memberi sedekah. Kepala Dinas Sosial DKI Budihardjo mengatakan hal itu untuk memberi shock therapy kepada seseorang yang memberikan sejumlah uang kepada gembel dan pengemis (gepeng).
"Kalau mau anak buah saya bisa habis-habisan menangkap. Tapi kami tidak melakukan itu, diharapkan masyarakat tidak mengulangi, ini shock therapy," kata Budihardjo kepada detikcom, Selasa (1/9/2009) malam.
Menurut Budihardjo, pihaknya berusaha untuk memberi pemahaman kepada masyarakat akan semakin banyaknya masalah sosial yang terjadi saat ini. Memberi sesuatu dijalan akan menganggu ketertiban.
"Masalah mengeluh dan tidaknya, ada di antara mereka yang mengeluh ada yang marah, kita maklum," imbuhnya.
Ketika ditanya apakah perda tersebut akan direvisi atau tidak, Budihardjo mengatakan hingga saat ini belum ada kajian kearah sana.
"Perda belum akan direvisi. Kita hanya menjalankan tugas," jelas dia.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menangkap 12 warga karena memberikan sedekah kepada gepeng. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum nomor 8 Tahun 2007, pemberi sedekah diancam hukuman maksimal denda Rp 20 juta atau kurungan maksimal 60 hari.
sumber : yahoo
LBH Jakarta: Hentikan Kriminalisasi Terhadap Pengemis & Penderma
Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum No 8/2007 dinilai mengajak masyarakat untuk secara bersama-sama menghukum orang miskin dan penderma. Pemprov DKI Jakarta diminta segera menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap keduanya.
"Dengan Perda ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta benar-benar ingin menjadikan Jakarta sebagai kota yang bersih dari orang miskin, namun tidak menjawab permasalahan yang ada," kata Koordinator LBH Jakarta, Nurkholis Hidayat.
Hal itu disampaikan dia dalam rilis kepada detikcom, Rabu (2/9/2009), menanggapi berita penangkapan 12 pemberi sedekah oleh Satpol PP.
"Pemda DKI telah menutup mata pada realitas bahwa mereka menjadi pengemis karena desakan kebutuhan hidup dan minimnya peluang kerja serta pemberian sedekah merupakan hak konstitusi setia warga," cetus dia.
Dikatakan Nurkholis, sejak diberlakukannya Perda tersebut, LBH Jakarta telah menolak keras. Setidaknya penolakan itu didasarkan pada empat alasan.
Pertama, memberi sedekah adalah salah satu kewajiban dalam menjalankan ibadah agama. Kedua, pemberlakuan pasal 40 huruf C dengan ancaman sanksi kurungan dan/denda merupakan penyalahgunaan sanksi pidana.
"Prinsip kriminalisasi di mana harus mengandung unsur korban adalah yang paling penting. Bahwa tindakan seseorang memberi sedekah tidak memiliki unsur itu," jelasnya.
Ketika, berdasarkan pasal 5 dan pasal 6 ayat (1) Nomor 10/2004 Tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan yang di antaranya adalah asas pengayoman, kemanusiaan, dan keadilan.
"Pembentukan Perda DKI Jakarta No 8/2007 bertentangan dengan UUD 1945, UU No 39/1999, UU No 10/2004, dan Ratifikasi ICCPR melalui UU No 12/2005," pungkasnya.
Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Bagi yang melanggar pasal tersebut dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta.
sumber : yahoo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar